Setelah sekian lama nggak menonton film Indonesia, terakhir gw nonton film Kisah Beranjak Pubernya Ken Dedes, akhirnya ada lagi film Indonesia yang watchable (menurut gw). Tanpa ba-bi-bu lagi,segera gw pergi ke bioskop dan segera aku lumat bibir manis Sinta, lalu perlahan-lahan aku buka kancing bajunya satu persatu, “akh..jangan Mas Pram..nanti ada yang liat..akh..pintunya belum dikunci Mas..”, erang Sinta. “ Gak papa sayang..nanti kita ajak juga yang buka pintunya,” sambil terus ku buka kancing bajunya.
Ya…layaknya Mas Pram tadi yang eksibisionis dan kebelet 3some, gw eksibionkan (pamerkan), some indo movies yang gw tonton kemarin, yang jumlahnya 3 buah (jadinya 3some)…OMG…O My Gspot…gw pinter nyambung-nyambungin…berarti gw berbakat jadi presenter Inbox atau Dashyat ( as if jadi presenter kedua acara itu butuh bakat)….so here we go…
Oh..disclaimer dulu : semua review yang gw tulis adalah pendapat pribadi, nggak ada pretensi untuk mempengaruhi pembaca untuk tidak menontonnya atau kebalikannya. Iya, takut jadi Pritta bo’…
Oke, here we go..again…
1. Ketika Cinta Bertasbih.
Coba liat poster filmnya. Gambar semua pemain utama close-up, bersandingan. Terus banyak banget tulisan. Berasa selebaran iklan nggak sih. Banyak banget tag-line-nya (sampe bingung, mana tag-line aslinya, mana yang cuma kata-kata dari insan marketing film ini).
“Film yang paling dinanti di
Film yang disadur dari novel laris ini bercerita tentang Azzam, mahasiswa
Film dibuka dengan adegan Azzam yang menjadi juru masak di sebuah acara Kedubes yang diadakan di hotel. Anak pemilik hotel, Eliana (diperankan Alice Norin), akhirnya tertarik pada Azzam. Dan seperti gambaran-gambaran di novel-novel islami (bahwa wanita Islam yang nggak pake jilbab dan akrab sama dunia barat, lantas menjadi aggressive terhadap pria),
Jelas saja Eliana, yang cerdas, kaya, populer karena ternyata pemain sinetron juga tapi nggak jilbaban dan akrab sama dunia barat, tertarik pada Azzam. Karena Azzam nggak tampan tapi kalem, saleh, sopan santun, miskin tapi tetep punya usaha jual
Yeah right….keep dreaming…
Terus film ini juga meleret-meleret….terlalu verbal…semua orang ngomong berpanjang-panjang…kaya denger khotbah tandem…..kaya denger pembacaan deklamasi tandem karena dialognya bersajak-sajak…..ini mungkin karena pembuatnya ngotot filmnya harus sama persis dengan di novel, jadinya?
Ya itu. Selain dialognya jadi berpanjang-panjang kaya di novel, selama ¾ film, kita masih disuguhi sama perkenalan tokoh, belum naik-naik konfliknya…malah yang ada konflik pemain-pemain tambahan yang nggak penting…kaya temen satu rumah Azzam yang ditinggal kawin wanita yang suka ngobrol bareng sama dia (bukan pacarnya lho, ingat, pacaran haram!)…
Konflik tokoh-tokoh utama dimulai ketika ternyata Azzam dan sahabatnya Furqon tertarik pada satu wanita, Anna. Azzam mundur karena Furqon sudah meminang Anna duluan. Tapi karena Azzam dan Anna adalah tokoh utama, makanya mereka harus bersatu dong.
Dan apa yang dilakukan penulisnya untuk menyingkirkan Furqon yang cerdas, kaya, baik dan sholeh? “Furqon dibuat sakit AIDS!”. Sebabnya, dia dibius wanita Italia (yang ternyata adalah dari
Ih, kejam banget sih penulisnya. Pemuda yang meludahi ibu kandungnya aja cuma dihukum sekujur badan bentol-bentol sama penulis sinetron hidayah…..masa gara-gara mencintai orang yang juga dicintai sahabat sendiri jadi sakit AIDS, pikir gw. Eh..ternyata salah loh…begitu Furqon dateng ke orang yang sering menasehati dia,ternyata Furqon dihukum sakit AIDS karena….
“mungkin ini peringatan dari-Nya agar kamu nggak terlalu berlebihan, masa cuma persiapan buat belajar sidang aja di hotel mewah, nggak baik itu”…
Gw ngakak! Dalam hati tapi….bisa ditimpukin ibu-ibu kiri kanan atas bawah gw kalo ngakak di saat mereka tersedu sedan…
Semua tokoh utamanya (kecuali Alice Norin) adalah pemain baru. Pemeran Azzam sih nggak mengecewakan aktingnya. Cocok sama karakternya. Yang ngeselin (dan pengen gw tampar) adalah pemeran Furqan. Ya ampun..ni orang lebay banget aktingnya…berasa liat film dubbing di Indosiar....berasa liat akting anak SMA yang maen teater sekolah dan merasa aktingnya paling hebat karena intonasinya sama persis kaya film-film Roy Marten tahun 70an…intonasi yang hanya eksis di film-film Yati Octavia dan jelas nggak eksis di sekitar lu…..rambutnya jelek banget lagi, korban pelurusan rambut karena demam Dao Ming Tse (komentar banci salon)…..
Pemeran adik Azzam, Husna, yang juga penulis novel, juga berlebihan. Waktu di bedah buku ditanya apa artinya cinta, dia bersajak selama 1 menit (yang terasa 1 tahun cahaya), “cinta itu dapat mengubah api menjadi air (cinta itu anggota fantastic four dong bu), cinta itu dapat mengubah anu menjadi itu..dst”…begitu terus sampe batas kesabaran gw habis…gw nutup kuping…serius….pokoknya setiap kata yang keluar dari bibirnya terasa nggak believable…terasa bersajak, bukan ngomong….
Pemeran Anna menurut gw charming banget. Waktu bersajak (btw, semua pemaen di film ini bersajak, bukan ngomong), dia gak terlihat mengesalkan, terlihat natural….
Dan endingnya….ada tulisan to be continued aja duluuu….oh..ternyata film yang meleret-leret ini konfliknya baru muncul di episode ke 2….iya, berasa nonton sinetron emang….
kenapa ya di posternya nggak dikasih stempel juga : film pertama di dunia yang ada tulisan to be continued-nya….
Terserah deh mau bilang, “elu
eh..sini lu *benerin sarung,naro pisang goreng yang di mulut ke piring,nampar kecil yang ngomong*..gw bilangin ya…film mah film aja…bagus atau nggak, nggak ada hubungannya sama kualitas beragama gw…*nyomot pisang goreng lagi* liat dong film Iran...Islami tapi kita nggak merasa dikhotbahi….natural, nggak lebay…..malah bikin terharu….ini kok film tentang orang yang bersedih malah bikin ngakak….
udah ah…gw mau lanjut lagi nonton Farah Quinn sambil makan pisang goreng *benerin sarung*….
---to be continued------
episode selanjutnya :
Review Silikon di Dadaku eh..Garuda di Dadaku dan Queen Bee
*yang baca : ihhhh…kesel deh..kenapa sih judulnya ngga dibikin Review Film